PERSEPSI PEDAGANG KECIL DI PASAR KANJENGAN TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH BMT BINA UMAT SEJAHTERA SEMARANG
Skripsi Jurusan Akuntansi: PERSEPSI PEDAGANG KECIL DI PASAR KANJENGAN TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH BMT BINA UMAT SEJAHTERA SEMARANG
Yanti Windyarti, 2007. Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang.
Perkembangan ekonomi Indonesia yang semakin memprihatinkan dan tuntutan masyarakat terhadap perbaikan sistem ekonomi dirasakan perlu adanya sumber-sumber keuangan untuk penyediaan dana guna membiayai usaha masyarakat. Kesulitan yang dihadapi oleh para pedagang kecil dalam mengembangkan usahanya antara lain keterbatasan modal usaha, dikarenakan sumber dana dari luar yang bisa membantu mengatasi kekurangan permodalan tidak mudah diperoleh.
Bank menyediakan jasa perkreditan untuk mengatasi masalah keterbatasan modal usaha para pedagang kecil. Sektor perkreditan bagi bank sendiri merupakan salah satu usaha yang sangat penting karena pendapatan bunga dari kredit sebagai komponen yang dominan dibandingkan dengan jasa-jasa perbankan lainnya, dalam pemberian kredit kepada masyarakat pihak bank akan selalu dihadapkan pada risiko yang cukup besar seperti apakah dana bantuan kredit yang dipinjamkan tersebut akan dapat diterima kembali sesuai dengan yang telah disepakati atau tidak. Bank meminta jaminan kepada nasabah sebagai pengaman apabila debitur tidak mampu melunasi kreditnya. Penyediaan jaminan untuk memperoleh kredit menjadi pembatas bagi pedagang kecil untuk bisa memanfaatkan jasa perkreditan dikarenakan tidak semua pedagang kecil mampu menyediakan jaminan yang dipersyaratkan oleh bank.
2
Bank syariah menurut Sumitro (1996:20) adalah lembaga keuangan perbankan yang operasional dan produknya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Karakteristik bank syariah dalam segi teknis mempunyai perbedaan yang mendasar dengan bank umum diantaranya: 1. Beban biaya yang disepakati bersama waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang penentuan besarnya dilakukan dengan kebebasan tawar-menawar dalam batas wajar. 2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir.